Perjalanan Industri Animasi di Indonesia

Iseng-iseng Kaksol browsing tentang Animasi di Google, akhirnya kaksol nyasar ke Web Blog milik Bapak Andi s. Budiman, Kebanyakan isinya memang tantang sebuah artikel animasi.

Tapi artikel ini jauh di luar prediksi Kaksol, di Web Blog milik Bapak Andi S. Budiman ini menceritakan tantang sebuah catatan perjalanan Industri Animasi yang ada di Indonesia Hasil catatan dari Bapak Daniel Harjanto, Berikut Catatan Bapak Daniel Harjanto tersebut yang saya kutip dari Web Blog milik Bapak Andi S. Budiman itu :


Tahun 1989:
Izin siaran televisi swasta diberikan untuk RCTI disusul oleh SCTV, TPI, Anteve dan Indosiar. Juga tersiar kabar beberapa stasiun siaran lokal seperti untuk Jogjakarta dan Semarang. Setelah ditutupnya siaran iklan televisi selama lebih dari 10 tahun oleh pemerintah, kembali terbuka peluang untuk beriklan melalui sebuah media elektronik yang sedang mencapai puncaknya.

Tahun 1990:
Selain munculnya beberapa rumah produksi baru, baik yang sifatnya lokal maupun merupakan bagian dari sebuah jaringan regional, muncul pula beberapa rumah produksi animasi di Indonesia.

Berbagai perangkat lunak juga seiring dengan itu mulai naik kepermukaan. Baik yang dikategorikan sebagai "Low-end Computer Graphic Application" seperti Cristal3D, Topaz3D, Autodesk Renderman, 3DStudio yang digunakan pada beberapa tempat seperti di YTC dan Computer Graphic Department
RCTI, maupun perangkat lunak yang dikategorikan dengan "High-end Computer Graphic Application" seperti TDI (Thomson Digital Image) dan Softimage yang digunakan di beberapa tempat seperti Vision Master, Avigra dan Mutiara Multimedia. Pada umumnya perangkat lunak yang dikategorikan sebagai high-end pada saat itu hanya berjalan diatas perangkat keras yang menuntut kemampuan "tinggi" pula seperti Silicon Graphic Workstation.

Di awal dekade 1990 tidaklah mudah untuk menjalankan perangkat-perangkat "high-end" tersebut mengingat sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan yang diperlukan nyaris tidak ada. Dan karena itu salah satu misi dari Mutiara Multimedia adalah juga merupakan semacam tempat pengembangan SDM lokal, di mana pendekatan ini sedikit berbeda dengan lainnya yang dalam kebijakan tenaga kerjanya.

Pada kapasitas peralatan Indonesia pada saat itu termasuk berangkat hampir bersamaan dengan Singapore dan sedikit lebih awal dibandingkan dengan Malaysia. Pada umumnya rumah produksi animasi (mungkin ada baiknya selanjutnya disingkat sebagai "Animation House") perhatiannya lebih banyak dipicu oleh peluang terbukanya siaran iklan di televisi swasta, yang tercermin dari strategi marketing yang diterapkan pada hampir seluruh Animation House yang ada.

Tahun 1991:
Sepanjang tahun awal dari era 1990 adalah suatu proses pengembangan yang tidaklah mudah, terutama mengingat pengalaman produksi yang nyaris tidak ada. Untuk meyakinkan pengguna jasa bahwa Indonesia mampu mengerjakan tugasnya dan menghasilkan sesuatu yang memenuhi standar penayangan tidaklah mudah. Lebih banyak pekerjaan dikerjakan di luar terutama Australia dan beberapa di Singapore.

Mulai tumbuh rumah paska produksi di Indonesia diantara adalah VHQ Jakarta, yang pada saat itu kemudian menjadi acuan untuk beberapa rumah paska produksi lainnya yang dibentuk belakangan. Ada beberapa produk yang pada saat itu cukup menonjol seperti Opening Billboard untuk Gudang Garam Sport yang dikerjakan oleh Unixindo dan dikerjakan menggunakan perangkat lunak TDI.

Tahun 1992:
Seiring dengan mulai bertambahnya televisi swasta dan meningkatnya permintaan pasar muncul pula beberapa "Animation House" baru seperti Spektra Graphic Indonesia. Pada tahun ini pertumbuhan aplikasi komputer graphic di dunia mulai bergerak dengan cepat dan muncul pula beberapa visual effect yang kemudian menjadi pemicu gelombang pemakaian komputer graphic di industri perfilman dunia.

Salah satu yang sering dibicarakan pada saat itu adalah film "The Abyss" dan "Terminator 2" yang terbukti sukses di pasar, termasuk pada saat itu dipicu oleh video klip Michael Jackson "Black or White" yang menggunakan teknologi morphing yang kemudian menciptakan demam di bidang visual effect.

Ada beberapa pekerjaan dari luar mulai dikerjakan di Indonesia karena kebetulan Indonesia juga mencoba menerapkan visual effect tersebut antara lain adalah iklan televisi "Kellogs: Iron Man Food" untuk Australia yang masuk melalui VHQ Singapore yang dikerjakan oleh Mutiara Multimedia, lalu disusul iklan "Goodyear:Honda to Formula I" dan beberapa produk lainnya.

Tahun itu pula Indonesia mulai mendapat perhatian dari dunia dengan adanya permintaan penyertaan demonstrator dari Indonesia didalam beberapa event seperti NAB'91, NAB'92 dan Siggraph'92 yang diselenggarakan di Las Vegas dan Chicago. Karena kebetulan penulis sendiri yang mencoba berperan sebagai demonstrator di acara-acara tersebut dapat dikatakan pada tahun itu kemampuan staff Indonesia tidak berada di bawah peserta lainnya dari seluruh dunia (3 Asia, 5 Eropa, dan beberapa Amerika Utara, Canada, dan Amerika Latin).

Di pasar perangkat lunak "high-end" mulai terjadi pergeseran-pergeseran besar seperti usaha Wavefront untuk mengakuisisi TDI untuk mendapatkan peringkat pasar yang lebih besar. Juga diikuti dengan pengembangan perangkat lunak "low-end" dengan menerapkan arsitektur terbuka seperti yang terlihat pada 3D Studio dari Autodesk.

Tahun 1993:
Cukup banyak perubahan yang terjadi dalam industri Computer Grafik dan Animasi pada periode ini, dimana Alias kemudian mulai melakukan akuisisi terhadap Wavefront dan SGI melakukan akuisisi terhadap Alias. Microsoft yang pada saat itu merupakan raksasa industri perangkat lunak juga melakukan akuisisi terhadap Softimage. Selain itu muncul pula berbagai pemain baru di bidang perangkat lunak seperti Parallax, Discreet Logic, SideEffect dan kembalinya beberapa pemain lama ke dalam bidang ini.

Jumlah film produksi Hollywood yang menggunakan Computer Graphic dalam visual effectnya terus meningkat, seperti mulai dikerjakannya "Jurasic Park" yang kemudian memicu dinomania di seluruh dunia.

Situasi di Indonsia saat itu sebaliknya mulai memburuk terutama sekali karena kelangkaan tenaga ahli di bidangnya masalah pembajakan tenaga ahli dan titik balik dari perubahan siaran regional menjadi siaran nasional seluruh TV Swasta ternyata memberikan pengaruh yang tidak kondusif dalam industri ini.

Sebaliknya perkembangan industri paska produksi mulai meningkat, dan hal ini mendorong beberapa animation house untuk melakukan ekspansi kearah tersebut.

Di dalam industri animasi sendiri juga muncul beberapa kegiatan baru seperti dimulainya pekerjaan film seri kartun "Satria Nusantara" oleh ProAnimasindo yang keseluruhan proses dikerjakan di Indonesia termasuk paska produksinya yang dikerjakan oleh Gema Cipta Media Animasindo. Juga tidak sekedar di Jakarta tetapi muncul pula beberapa kegiatan animasi di Surabaya, Denpasar, dan Bandung.

Tahun 1994:
Atas inisiatif beberapa tokoh animasi diantaranya Amoroso Katamsi, Dwi Koendoro, Wagiono Sunarto, Denny Djoenaid dan penulis sendiri disepakati untuk membangun suatu forum komunikasi yang akhirnya membentuk ANIMA (Asosiasi Animasi Indonesia) pada tanggal 17 Maret 1994. Beberapa kegiatan diselenggarakan ANIMA antara lain adalah bekerja sama dengan Japan Foundation (Pusat Kebudayaan Jepang) dalam menyelenggarakan Bengkel Kerja Animasi di TIM pada bulan Januari 1995.

Di dunia dengan dimunculkannya SEGA Saturn yang kemudian diikuti oleh Nintendo dan Sony memicu gelombang lain dalam animasi yaitu dalam industri Game development, dimana sebelumnya permainan-permainan tersebut hanya ditujukan pada konsol arcade. Terjadi pergeseran besar-besaran untuk genre dalam game, konsep first person view dalam Quake oleh ID ternyata meledak di pasar.

Internet dalam sisi lain juga merebak ke seluruh dunia dan memicu ledakan informasi di mana-mana.

Tahun 1995:
Menyusul serial kartun "Satria Nusantara" sebanyak 23 episode di ikuti oleh produk PT. Index Surabaya "Hela, Heli, Helo" ditayangkan oleh TPI. Dan juga dimulai pekerjaan pembuatan film seri kartun "Burisrawa" oleh Potlot Nasional sebanyak 6 episode, yang seluruh tokohnya diambil dari dunia perwayangan hanya saja diberikan dialek hampir seluruh daerah Indonesia untuk tokohnya. Mungkin jarang terlihat Burisrawa berrdialek Batak dalam pagelaran wayang di Indonesia, dan hal ini telah dikomunikasikan pula dengan Senawangi dan berbagai pakar dalam bidangnya masing-masing.

Bahkan kabarnya film kartun "Burisrawa" ini telah pula dipresentasi ke luar seperti ke "Burbank Animation" dan juga melalui jalur pribadi pernah dipresentasikan di Los-Angeles. Industri paska produksi terus berkembang dengan pesat dengan munculnya nama-nama seperti Post-Office, Pyramid dan Eltra Studio.

Sebaliknya kegiatan ANIMA mulai mengalami stagnasi setelah 1 tahun berdiri karena kesibukan dari para pengurus.

Tahun 1996:
Internet akhirnya memang meledak dan dengan pernyataan-pernyataan dari Bill Gates sebagai CEO dari Microsoft terlihat bahwa konvergensi media bukan lagi merupakan angan-angan melainkan sesuatu yang dapat mewujud dengan cepat.

Unixindo di Indonesia mulai merintis pula pengembangan tokoh- tokoh wayang dalam bentuk 3D (3 dimensi) dan didasarkan pada cerita Ramayana, termasuk didalamnya rencana pengembangan "Simulation Ride", "IMAX Projection" dan Film serinya.

Mocca, pada tahun ini juga mulai mencoba menerapkan teknologi motion capture dalam salah satu produknya. Dengan demikian sebetulnya di Indonesia telah juga ada teknologi motion capture yang mungkin dapat berguna untuk pengembangan industri animasi.

Karena perkembangan teknologi yang demikian pesat, sangat dirasakan kekurangan Indonesia di bidang Sumber daya manusia dan Marketing Network. Tekanan-tekanan film dan komik asing terus meningkat sebaliknya pengembangan budaya lokal tidak bergerak.

Tahun 1997:
Hingga pertengahan tahun 1997, pola pengembangan industri animasi belum tergambar dengan jelas dan krisis moneter mulai melanda kawasan Asia Tenggara. Berbagai kiat dilakukan untuk mengantisipasi dampak krisis moneter ini yang kemudian menjadi krisis ekonomi dan krisis sosial di Indonesia. Pada tahun ini pula terbentuk sebuah forum komunikasi Rumah Paska Produksi Indonesia yang disebut PASPRO.

Usaha mempertahan kreatifitas dibawah tekanan krisis ekonomi diambil oleh Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan merencanakan Pekan Komik dan Animasi Nasional. Red Rocket Animation Bandung memperoleh beberapa penghargaan International dan salah satu hasil karyanya juga masuk dalam program UNICEF.

Di dunia nilai pasar industri animasi terus meningkat seiring dengan meningkatnya perananan Computer Graphic pada berbagai film besar. Demikian pula Canada, New Zealand dan beberapa kawasan lain mulai menangguk keuntungan dari kegiatan yang telah mereka polakan dengan baik.

Tahun 1998:
Ditengah krisis ekonomi dan krisis sosial yang kian besar Pekan Komik dan Animasi Nasional diselenggarakan di Galery Nasional dan mengaktifkan kegiatan ANIMA kembali dengan masuknya beberapa tenaga segar ke dalam jajaran pengurus.

Sambutan yang sangat menggembirakan juga datang dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang juga cukup cepat bereaksi dalam menghadapi konvergensi media dan telecommunication. Telematika akhirnya menjadi suatu wacana baru dalam industri dan perhatian terhadap pengembangan isi (atau yang sering disebut sebagai content provider) mulai diberikan.

Demikian pula dedikasi pada kreatifitas tetap terjaga, dimana dalam situasi yang sulit Visicom masih tetap mengembangkan seri "Si Aji" yang diharapkan dapat lepas landas pada abad mendatang.

Di dunia industri game ternyata menjadi salah satu faktor dominan dalam bidang entertainment, juga dalam kaitannya dengan internet E-commerce menjadi suatu mantera yang sangat ampuh.

Tahun 1999:
Gejolak politik dan ekonomi memang sesuatu yang sangat sulit dihindari, tetapi dengan meredanya gejolak politik dan diharapkan pulihnya roda ekonomi pada masa mendatang, marilah kita bersama menyongsong abad yang akan datang dengan penuh harapan.

Wassalam,

Daniel Harjanto

Sumber : http://andisboediman.blogspot.com/1999/12/sebuah-refleksi-industri-animasi-di.html

Mau Dapet Duit ? Klik banner ini !

Translate This Blog